Senin, 11 Oktober 2010

“Perkembangan Kurikulum dan Perkembangannya di Dunia Pendidikan”.

BAB I
PENDAHULUAN
    Dalam era globalisasi dan pasar bebas kita dihadapkan pada perubahan-perubahan yang tidak menentu. Ibarat ”nelayan dilautan bebas” yang dapat menyesatkan jika tidak memiliki ”kompas” sebagai pedoman untuk bertindak dan mengarunginya. Begitu juga dengan pendidikan dimana membutuhkan pedoman untuk dapat mencapai tujuan.  Pedoman dalam hal ini ialah kurikulum.
Kurikulum secara perubahan dapat diartikan sebagai sesuatu yang hidup dan berlaku selama jangka waktu tertentu dan perlu direvisi secara berkala agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, kurikulum tidak mungkin direncanakan sepenuhnya tanpa adanya perangkat-perangkat yang diperlukan oleh kurikulum seperti : siswa, guru, lembaga yang terkait dan peran serta masyarakat. Mengapa siswa diikut sertakan? Dikelas selalu ada interaksi dalam kelas selalu timbul hal-hal yang spontan dan kreatif yang tidak dapat diramalkan sebelumnya. Dalam hal ini guru lebih besar kesempatannya menjadi pengembang kurikulum dalam kelasnya. Akhirnya kurikulum dapat dipandang sebagai cetusan jiwa pendidik yang berusaha untuk mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang tertinggi dalam kelakuan anak-didiknya. Kurikulum ini sangat erat hubungannya dengan kepribadian guru.
Perubahan kurikulum pada dasarnya memang dibutuhkan manakala kurikulum yang berlaku (current curriculum) dipandang sudah tidak efektif dan tidak relevan lagi dengan tuntutan dan perkembangan zaman dan setiap perubahan akan mengandung resiko dan konsekuensi tertentu.
Perubahan kurikulum yang berskala nasional memang kerapkali mengundang sejumlah pertanyaan dan perdebatan, mengingat dampaknya yang sangat luas serta mengandung resiko yang sangat besar, apalagi kalau perubahan itu dilakukan secara tiba-tiba dan dalam waktu yang singkat serta tanpa dasar yang jelas.
Namun dalam konteks KTSP, perubahan kurikulum pada tingkat sekolah justru perlu dilakukan secara terus menerus. Dalam hal ini, perubahan tentunya tidak harus dilakukan secara radikal dan menyeluruh, namun bergantung kepada data hasil evaluasi. Mungkin cukup hanya satu atau beberapa aspek saja yang perlu dirubah.
Kurikulum yang formal, mengubah pedoman kurikulum relatif lebih terbatas daripada kurikulum yang rill. Kurikulum yang rill merupakan kurikulum yang dialami secara nyata oleh siswa di dalam kelas, seperti :ruang olah raga, warung sekolah, tempat bermain dan banyak kegiatan lainnya.Mengubah kurikulum berarti mengubah semua yang terlibat di dalamnya, yaitu guru, murid, kepala sekolah, penilik sekolah juga orang tua, masyarakat umumnya yang berkepentingan dalam pendidikan sekolah. Perubahan kurikulum adalah perubahan sosial “Currikulum change is social change”.
Oleh karena itu, dalam rangka menemukan model kurikulum yang sesuai di sekolah, seyogyanya di sekolah dibentuk tim pengembang kurikulum tingkat sekolah yang bertugas untuk memanage kurikulum di sekolah. Memang saat ini, di sekolah-sekolah sudah ditunjuk petugas khusus yang menangani kurikulum (biasanya dipegang oleh wakasek kurikulum). Namun pada umumnya mereka cenderung disibukkan dengan tugas -tugas yang hanya bersifat rutin dan teknis saja, seperti membuat jadwal pelajaran, melaksanakan ulangan umum atau kegiatan yang bersifat rutin lainnya. Usaha untuk mendesain, mengimplementasikan, dan mengevaluasi serta mengembangan kurikulum yang lebih inovatif tampaknya kurang begitu diperhatikan.
Dengan adanya Tim Pengembang Kurikulum di sekolah maka kegiatan manajemen kurikulum mungkin akan jauh lebih terarah, sehingga pada gilirannya pendidikan di sekolah pun akan jauh lebih efektif dan efisien.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Perubahan
Perubahan tidak selalu sama dengan perbaikan, akan tetapi perbaikan akan selalu mengandung perubahan. Perbaikan berarti meningkatkan nilai atau mutu. Perubahan adalah pergeseran posisi, kedudukan atau keadaan yang mungkin membawa perbaikan, akan tetapi dapat juga memperburuk keadaan. Namun, seiring dengan diadakannya perubahan berharap akan selalu membawa perbaikan.
Perbaikan selalu dikaitkan dengan penilaian. Perbaikan diadakan untuk meningkatkan nilai dan untuk mengetahuinya digunakan kriteria tertentu. Perbedaan criteria akan member perbedaan pendapat tentang baik buruknya perubahan tersebut. Perubahan, sekalipun member perbaikan dalam segala hal bagi semua orang.
Dalam bidang kurikulum kita kihat betapa banyaknya ide dan usaha perbaikan kurikulum yang dicetuskan oleh beberapa tokoh pendidikan yang terkenal. Macam-macam kurikulum telah di ciptakan dan banyak diantaranya telah dijalankan. Tetapi seiring dengan perjalanan kurikulum tersebut tidak sedikit diantaranya ada yang timbul masalah lain, sehingga kurikulum itu ditinggalkan atau diubah. Maka dari itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi akan perubahan kurikulum tersebut, yaitu :
a.       Adanya perubahan kebijakan pejabat pemerintah yang berwenang
b.      Adanya pengaruh dari luar akibat globalisasi.
c.       Adanya penemuan atau penelitian baru
d.      Ketinggalan zaman (tidak relevan)
Ada masanya pelajaran akademis yang diutamakan, sesudah itu yang penting adlah masyarakat, akan tetapi timbul pula perhatian baru terhadap pengetahuan akademis. Namun demikian, dalam sejarah pendidikan tidak perbah sesuatu kembali dalam bentuk aslinya. Biasanya yang lama itu timbul dalam bentuk yang agak berbeda. Misalnya, bila dalam pelajaran akademis diutamakan hafalan fakta dan informasi, kemudian diutamakan prinsip-prinsip utama. Bila pada kurikulum sepenuhnya dipusatkan pada anak, kemudian disadari bahwa anak tidak dapat hidup diluar masyarakat. Hal ini membuktikan, bahwasannya perubahan kurikulum tidak dapat hanya dilihat dari satu aspek saja akan tetapi semua aspek : anak, masyarakat, maupun pengetahuan secara berimbang.
2.2. Bagaimana Terjadinya Perubahan
Menurut ahli sosiologi, perubahan terjadi dalam tiga fase, yakni
·    fase inisiasi
·    fase legitimasi   
·    fase kongruensi
Fase inisiasi yaitu taraf permulaan ide perubahan dilancarkan dengan menjelaskan sifat, tujuan dan luas bahan yang ingin dicapai. Fase legitimasi adalah saatnya orang menerima ide yang telah direncanakan dan fase kogruensi adalah pengedopsian, penyamakan pendapat sehingga selaras dengan pikiran para pencetus, sehingga tidak terdapat perbedaan nilai lagi antara penerima dan pencetus perubahan.
    Untuk mencapai kesamaan pendapat, berbagai cara yang dapat digunakan misalnya motivasi instrinsik dengan janji kenaikan gaji atau pangkat, memperoleh kredit, dapat juga berupa paksaan keras/halus dengan menggunakan otoritas. Perubahan akan lebih berhasil, bila dari pihak guru dirasakan kekurangan dalam keadaan, sehingga timbul hasrat untuk memperbaikinya demi kepentingan bersama. Perubahan yang terjadi atas pemaksaan dari pihak atasan, biasanya tidak dapat bertahan lama, segera luntur dan hanya diikuti secara formal dan lahirlah. menjadikan perubahan sebagai masalah, melibatkan semua yang terlibat dalam perumusan masalah, pengumpulan data, menguji alternative, dan selanjutnya mengambil kesimpulan berdasarkan percobaan, dianggap akan lebih mantap dan meresap dalam hati guru. Akan tetapi karena prosedur ini makan waktu dan tenaga yang banyak, dan selain itu diinginkan perubahan yang uniform disemua sekolah, maka sering dijalankan cara otoriter, indroktinatif, tanpa mengetahui kemampuan guru untuk berpikir sendiri dan hanya diharuskan menerima saja. Cara ini efisien, namun dalam jangka panjang tidak efektif. Dan bila ada perubahan atau perbaikan baru, yang lama ditinggalkan saja tanpa membekas.
Perubahan kurikulum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ;
a.       Adanya perubahan kebijakan pejabat pemerintah yang berwenang
b.      Adanya pengaruh dari luar akibat globalisasi.
c.       Adanya penemuan atau penelitian baru
d.      Ketinggalan zaman (tidak relevan)
Dalam perjalanan sejarah, sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 dan 2006 (KTSP). Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

2.2.1. Kurikulum 1968
Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

2.2.2. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut.
§  Berorientasi pada tujuan
§  Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
§  Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
§  Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
§  Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
§  Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.

2.2.3. Kurikulum 1984
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut:
§ Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
§ Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik
§ Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah
§ Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
§ Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
§ Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975.
Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
§  Berorientasi kepada tujuan instruksional.
Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
§  Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA).
CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
§  Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral.
Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
§  Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
§  Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa.
Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
§  Menggunakan pendekatan keterampilan proses.
Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.

2.2.4. Kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut.
§  Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
§  Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
§  Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
§  Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
§  Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
§  Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
§  Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut.
§  Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran
§  Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu
§  Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
§  Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
§  Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
§  Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
§  Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.

2.2.5. Kurikulum Berbasis Kompetensi-Versi Tahun 2002 dan 2004
Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soejadi (1993), khususnya dalam mata pelajaran matematika mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika di jenjang persekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan.
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagai sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
Kurikukum yang dikembangkan saat ini diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarahkan pada dua pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang, maka pendidikan di sekolah dititipi seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002a).
Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut.
§  Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
§  Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
§  Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
§  Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
(Puskur, 2002).
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002).
Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
§  Pemilihan kompetensi yang sesuai;
§  Spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi;
§  Pengembangan sistem pembelajaran.

Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
§  Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
§  Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
§  Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
§  Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
§  Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
(Puskur, 2002).
Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam suatu mata pelajaran memuat rincian kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan dimiliki siswa. Mari kita lihat contohnya dalam mata pelajaran matematika, Kompetensi dasar matematika merupakan pernyataan minimal atau memadai tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata pelajaran matematika. (Puskur, 2002). Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika merupakan gambaran kompetensi yang seharusnya dipahami, diketahui, dan dilakukan siswa sebagai hasil pembelajaran mata pelajaran matematika. Kompetensi dasar tersebut dirumuskan untuk mencapai keterampilan (kecakapan) matematika yang mencakup kemampuan penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika.
Struktur kompetensi dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut.
Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian.
Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan bagaimana guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa siswa mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini dapat ditunjukkan dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja atau melakukan tugas lainnya.

2.2.6. Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olah hati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
§  Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
§  Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
§  Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
§  Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
§  Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi – misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya.
§  KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
§  KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
KTSP terdiri atas:
•           Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
•           Struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
•           Kalender pendidikan, dan
•           Silabus.
KTSP dikembangkan sesuai dengan :
•           satuan pendidikan,
•           potensi/karakteristik daerah,
•           sosial budaya masyarakat setempat, dan
•           peserta didik.
Pengembangan Kurikulum secara Tingkat Nasional akan berbeda dengan Pengembangan KTSP. Pda Kurikulum Tingkat Nasional dikembangkan dengan memperhatikan konteks pendidikan, yakni Kebangkitan Nasional, Otonomi Daerah, Milennium Goals, Demokratisasi, Pembangunan berkelanjutan, Perkembangan IPTEKS, dan Ekonomi Berbasis Spiritual, Moral dan Intelektual. Perkembangan kurikulum ini dibahas meliputi jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah, baik secara vertikal maupun horizontal dalam rangka merealisasikan tujuan pendidikan nasional sesuai dengan landasan spritual, filosofis, sosiologis dan psikologis dengan memperhatikan Standar Nasional pendidikan.
Sedangkan, pengembangan KTSP dilakukan dengan kegiatan:
a.    Menganalisis, mengembangkan Standart Kompetensi Kelulusan (SKL) dan Standart Isi (SI).
b.    Merumuskan visi dan misi
c.    Mengembangkan bidang-bidang studi yang diberikan untuk merealisasikan tujuan tersebut.
d.    Mengembangkan dan mengidentifikasi tenaga kependidikan guru dan non guru.
e.    Mengidentifikasi fasilitas pembelajaran.



2.3. Perubahan Guru dan Mengubah Lembaga atau Organisasi
    Perubahan kurikulum tidak akan dapat dilaksanakan tanpa perubahan pada guru sendiri. Seperti manusia lainnya, guru juga sering tidak mudah berubah, karena telah biasa dengan cara-cara yang lama. Setiap perubahan akan dapat mengganggu ketentramannya. Guru cenderung bersifat konservatif, sebab tugasnya terutama untuk melestarikan kebudayaan dengan menyampaikannya kepada generasi muda.
    Namun apabila ia merasa ketikpuasan dengan keadaan, maka ia mencari cara baru untuk mengatasi kekurangan yang dirasakan pada dirinya dan dalam situasi pendidikan. Pada saat itu ia terbuka bagi perubahan. Bila ia memperoleh informasi melalui ceramah atau bacaan, maka ia dapat memperolah pandangan baru tentang pendidikan. Ia melihat situasi dengan mata lain. Timbulnya pada kebutuhan dan motivasi untuk menerima perubahan yang dapat memberi perbaikan. Seorang yang ingin melancarkan perubahan, harus berusaha menimbulkan kebutuhan itu pada guru-guru. Selain itu ia jangan bertindak sebagai orang yang serba tahu yang akan merubah kelakuan guru. Hendaknya ia sebanyak mungkin melibatkan guru dalam proses perubahan itu. Ia dapat bersama guru merumuskan masalah yang dihadapi yang akan dipecahkan bersama, mencari hipotetis atau alternative, mengumpulkan data, mengambil keputusan, menguji cobakannya dan mengevaluasinya. Perubahan hendaknya disertai pengalaman yang kongkret. Dalam prose situ hendaknya selalu diusahakan komunikasi terbuka, sehingga guru-guru bebas mengemukakan pendapatnya. Walaupun petugas itu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi, hendaknya ia hati-hati menggunakan kekuasaan dan kewibawaannya.
    Orang yang berperan sebagai pengubah kurikulum harus dapat bekerja sama, harus dapat mempengaruhui orang yang memberi inspirasi. Ia harus mempunyai sensitivitas social, terbuka bagi pikiran orang lain dan terbuka bagi perubahan. Akan tetapi ia harus seorang profesiaonal, namun rendah hati dan tidak memamerkan pengetahuaannya.
    Mengubah lembaga atau organisasi menghadapi kesulitan lain. Tiap organisasi mempunyai struktur social tertentu. Tiap orang mempunyai status tertentu dan menjalankan peranan tertentu yang memberinya harga diri atau kekuasaan. Mengadakan dalam struktur itu dapat mengancam kedudukan seseorang. Sering pula organisasi itu mempunyai hierarki yang ketat, mengikuti prosedur yang tetap. Untuk mengadakan perubahan, harus diketahui dan dipertimbangkan keadaan yang ada.
    Menurut para ahli dalam “social engineering” dalam usaha mengadakan perubahan dapat dilalui empat langkah, yakni 1, menganalisis situasi, 2. menentukan perubahan yang perlu diadakan, 3. mengadakan perubahan itu, dan 4. memantapkan perubahan itu.
    Sikap oarng terhadap perubahan berbeda-beda. Ada yang bersedia menerimanya, ada yang menentangnya terang-terangan atau diam-diam, ada pula yang acuh tak acuh. Ada yang ikut-ikutan tanpa komitmen, ada yang ikut sekedar mengamankan diri karena takut bila ia mendapat tindakan. Hendaknya dicegah timbulnya popularisasi, yaitu dua pihak yang bertentangan. Perubahan hanya dapat berhasil bila semua bekerja sama. Diusahakan menganal daya-daya yang membantu dan menghalangi perubahan itu dan diadakan usaha untuk memperkuat daya-daya yang menyokong sambil melemahkan, melumpuhkan bahkan meniadakan daya-daya yang menghambat. Untuk itu diperlukan kebijaksanaan dan kepekaan social.

2.4. Kelambanan Perubahan dalam Pendidikan
    Kelambanan perubahan kurikulum disebabkan oleh: pertama, pendidikan. termasuk kurikulum belum cukup mempunyai dasar ilmiah. Belum dapat diramalkan secara pasti apa yang akan terjadi bila dijalankan metode tertentu, karena setiap metode, demikian pula tiap kurikulum, betapa pun banyak kebaikannya, mempunyai sejumlah kelemahan. Kedua, pendidikan, termasuk kurikulum, tidak mempunyai petugas tertentu, yang bersedia memberi bantuan kapan saja diperlukan, seperti halnya dalam bidang pertanian yang menyediakan petugas lapangan. Ketiga, guru atau siapa saja yang mengadakan perbaikan, tidak mendapat insentif dan hanya menerima penghargaan financial berupa gaji seperti guru lain yang hanya mengikuti tradisi. Keempat, kebanyakan guru mempertahankan cara-cara lama yang telah teruji dan telah dikenalnya dengan baik dan dijalankan secara rutin. Kelima, kurikulum yang uniform menghambat ruang gerak guru untuk mengadakan perubahan dan menimbulkan kesan, seakan-akan tiap penyimpangan dari apa yang telah ditentukan dalam pedoman kurikulum atau dianggap sebagai pelanggaran. Akan tetapi betapa pun rincinya kurikulum ditentukan oleh pusat, selalu cukup banyak kesempatan bagi guru untuk berperan sebagai pengembang kurikulum. Tentu saja diharapkan agar guru-guru lebih banyak diberi peluang untuk mencari cara0cara baru atau lebih menyesesuaikan kurikulum dengan kebutuhan murid dan lingkungan. Pengawasan yang terlampau ketat dari atasan akan menghambat berkembangnya insiatif dan kreativitas guru dan merendahnya menjadi sekedar tukang yang banyak bekerja secara otomatis dan rutin, padahal mengajar itu selalu merupakan “adventure” penuh rahasia yang menarik untuk dipikirkan.

2.5. Tingkat Perubahan
    Tingkatan perubahan kurikulum tersebut dapat berupa:
1.    subtitusi
2.    alterasi
3.    variasi
4.    restrukturisasi
5.    orientasi baru
Substitusi dapat berupa mengganti buku pelajaran, misalnya buku IPA karangan sendiri dianggap lebih baik dari karangan orang lain. Alterasi yang berarti perubahan, mislanya menambah atau mengurangi jam pelajaran untuk bidang studi tertentu yang dapat mempengaruhi jam pelajaran untuk bidang studi lain. Variasi dimaksudkan untuk memvariasikan ataupun memadukan berbagai macam metode yang ada, Ataupun menerima metode yang berhasil disekolah lain untuk diterapkan disekolah lain dengan meniadakan yang lama. Restrukturisasi yang lebih banyak resikonya dicontohkan dalam menjalankan team teaching, memberi peranan guru kepada guru dan memerlukan tenaga dan fasilitas baru. Terakhir, Orientasi nilai-nilai baru misalnya peralihan dari kurikulum yang “subject-centered” menjadi “unit approach”, atau kurikulum yang berpusat pada pengetahuan akademis menjadi kurikulum yang berpusat pada anak.

2.6. Studi tentang Keberhasilan Perubahan Kurikulum
    Othanel Smith dan D. Orlosky (dalam S. Nasution 2008) mempelajari perubahan dan pembaruan kurikulum alam 80 tahun terakhir ini di Amerika Serikat, menyatakan tentang keberhasilan perubahan mereka memberi penilaian 1 sampai 4. Nilai 1 berarti ide pembaruan itu tidak dilaksanakan  di sekolah dan sukar dicari realisasinya. Nulai 2 artinya, bahwa perubahan itu tidak diterima secara meluas, namun mempunyai pengaruh terhadap pendidikan. Nilai 3 artinya perubahan dan nilai 4 menunjukkan bahwa perubahan itu telah berhasil memasuki semua sekolah dan telah membudidaya.
Perubahan tidak akan diterima atau bertahan lama, bila kurang dukungan dari masyarakat, seperti halnya dengan Sex Education yang mendapat tantangan dari guru. Oleh karena itu, perubahan kurikulum hendaknya menyesuaikan diri dengan “kebudayaan” guru, yaitu cara mereka yang lazimnya berpikir dberbuat yang sesuai dengan kebudayaan masyarakat.

2.7. Langkah-langkah Proses Perubahan Kurikulum
1.    Pupuklah suasana dan kondisi kerja yang serasi yang memberi kesempatan bagi para peserta untuk mengeluarkan buah pikirannya secara bebas, saran-saran yang harus diperhatikan. Para peserta didik diilutsertakan dalam merumuskan dan memecahkan masalah yang dihadapi bersama.
2.    berikan waktu yang cukup, jangan terlampau cepat dan jangan pila terlampau lambat. Pelaksanaan perubahan memerlukan waktu. Adakalanya untuk suatu program, misalnya perbaikan pengajaran bahasa diperlukan waktu 3-4 tahun.
3.    Tentukan kegiatan yang sesuai, misalnya kerja kelompok, workshop, seminar, wawancara, observasi, demonstrasi atau menggunakan alat media  seperti TV, Tape-Recorder , Koran.
4.    Tentukan prosedur penilaian dalam tiap usaha perubahan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang taraf tercapainya tujuan.

2.8. Pengembangan Kurikulum
 Pada dasarnya pengembangan kurikulum ialah mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang sifatnya positif yang datang dari luar atau dari dalam dengan harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik. Oleh karena itu pengembangan kurikulum harus bersifat antisipatif,adaptif dan aplikatif.
Apa Yang Perlu Dikembangkan ?
Menurut H.Dakir (2004) pada dasarnya pengembangan kurikulum didasarkan pada 4 unsur yaitu :
1.      Merencanakan, merancangkan dan memprogramkan bahan ajar dan pengalaman belajar.
      Yang perlu direncanakan, dirancang dan diprogramkan ialah seluruh komponen penunjang dalam kurikulum seperti; struktur program (silabus dan RPP), sistem kredit, sistem semester, sitem administrasi, sistem bimbingan, sistem evaluasi.
2.      Karakteristik peserta didik
      Karakter peserta didik sekarang ini banyak dipengaruhi oleh perkembangan IPTEK dan globalisasi.
3.     Tujuan yang akan dicapai
      Dalam pengajaran bukan hanya penguasan pada bahan ajar tetapi lebih pada  pembinaan, bimbingan untuk menuju pendewasaan bagi peserta didik.
4.       Kriteria – kriteria untuk mencapai tujuan
       Kriteria pengembangan kurikulum hendaknya disesuaikan dengan Pancaasila dan UUD 1945 serta memperhatikan karakteristik peserta didik.
Siapa Yang Mengembangkan ?
1.    Pihak produsen  yaitu semua yang terkait dalam lembaga pendidikan.
2.    Pihak konsumen yaitu semua pihak yang membutuhkan pendidikan.
3.    Pihak ahli yang relevan yaitu semua pihak yang membutuhkan sesuai dengan bidangnya.
4.    Pihak guru yaitu semua guru yang profesional dan berkompeten di bidangnya.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus diadakan penyempurnaan kurikulum. Seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan maka, kurikulum yang ada juga harus disesuaikan dengan kebutuhan tadi tanpa mengurangi tujuan utamanya. Dalam kurikulum ideal yang dimiliki oleh setiap negara, terkandung cita – cita pendidikan nasional. Di Indonesia cita – cita tersebut dapat dirumuskan dalam kalimat sederhana dan padat yaitu terbentuknya Pribadi Pancasila
Pengembangan kurikulum harus memiliki landasan yang kuat yaitu berdasarkan kondisi masyarakat yang nyata yang terjadi dilapangan, nilai nilai mendasar yang diyakini, kondisi anak yang benar serta pengetahuan dan konsep – konsep ilmu yang mutakhir. Kemudian kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarat, berbangsa dan bernegara.
Pengembangan kurikulum didasari dengan memperhatikan konteks pendidikan yakni; Kebangkitan Islam, Clean and Good Government, Otonomi Daerah, Millenium Goals 2015 (Globalisasi), Demokratisasi, Pembangunan berkelanjutan, Perkembangan IPTEKS, serta Ekonomi Berbasis Spritual, Moral, dan Intelektual. Pada tingkat ini pengembangan kurikulum dibahas dalam ruang lingkup nasional yang harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea ke 4. Pengembangan kurikulum juga berlandaskan pada spritual, filosofis, sosiologis dan psikologis.
Karena tuntutan kebutuhan tersebut maka terjadilah pengembangan kurikulum dari paradigma lama ke paradigma yang baru. Adapun perubahan yang terjadi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Paradigma Lama    Paradigma Baru      
Pengajaran di kelas    Pengajaran eksploratif      
Penyerapan informasi secara pasif    Sistem magang (apprenticenship) untuk menyerap informasi secara aktif      
Bekerja secara individual    Belajar berkelompok      
Guru sebagai sumber belajar tunggal “yang maha tahu “    Guru berperan sebagai pemandu/ pembimbing      
Isi pelajaran relatif tetap    Isi pelajaran berubah secara tepat      
Strategi/metode relatif homogen    Strategi/metode heterogen   

Sistem pendidikan di Indonesia pada saat ini telah melaksanakan sutu kurikulum yang dikenal sebagai kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan). KTSP dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah, daerah, karekteristik sekolah, sosial budaya, masyarakat, dan peserta didik.
Pengertian KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkannya dengan memperhatikan UU. No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 36.
Tujuan diterapkannya KTSP adalah :
1.      Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2.      Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
3.      Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.


2.9. Keluwesan Kurikulum
Teori kurikulum memang tidak terlalu populer, seolah hanya penting bagi para ahli saja. Sementara bagi praktisi, teori kurikulum dianggap tidak penting karena mereka hanya pelaksana saja. Sebenarnya anggapan tersebut keliru. Karena teori kurikulam itu memberikan perangkat konseptual untuk menilai rencana kurikulum, mengevaluasi dan mereformasi kurikulum. Bahkan seorang pendidik yang baik itu harus selalu menyadari bahwa kurikulum itu harus terus berubah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
Perkembangan kurikulum harus dilakukan secara fleksibel. Fleksibel dalam kurikulum dapat dikaji dari 2 sudut pandang yang berbeda yaitu Felksibel sebagai suatu pemikiran pendidikan dan fleksibel sebagai kaedah dalam penerapan kurikulum. Fleksibel sebagai suatu pemikiran pendidikan berkaitan dengan dimensi peserta didik dan kelulusan, sedangkan fleksibel sebagai suatu kaedah dalam penerapan kurikulum berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum tersebut, pada prinsifnya Fleksibel mangandung makna bahwa pelaksanaan program, peserta didik dan kelulusan memiliki ruang gerak dan kebebasan dalam bertindak.
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan dan selalu berpedoman pada Pancasila maka kurikulum haruslah fleksibel dalam artian seorang pembelajar harus mampu berbuat untuk mengembangkan kurikulum yang sudah ditetapkan dengan melihat situasi dan kondisi peserta didik, lingkungan sekolah dan masyarakat. Sebagai seorang pembelajar harus mampu berbuat secara aktif dan kreatif untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
Kurikulum sangat relevan dengan visi, misi, sasaran dan tujuan setiap program studi dimana didalamnya tercakup wawasan pengetahuan yang mampu menjawab tuntutan, kebutuhan masa kini dan masa akan datang yang akan menjamin profil lulusan yang diharapkan.

2.10. Posisi Kurikulum dalam Pembangunan Pendidikan
     Pendidikan akan berjalan dan berhasil sesuai dengan yang diharapkan apabila mempunyai kurikulum sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum dirancang berdasarkan tujuan umum yang ingin dicapai dalam pendidikan tersebut.
Kurikulum terdiri dari empat komonen utama yaitu :
a.    tujuan
b.    isi bidang studi
c.    strategi penyampaian
d.    evaluasi
Disetiap komponen tersebut harus tertera jelas apa yang ingin dilakukan, dicapai dan diharapkan dari pendidikan tersebut. Apabila ada keterkaitan yang jelas antara komponen tersebut dan didukung oleh sarana dan prasarana serta guru yang berkompeten maka tujuan pendidikan yang diharapkan akan tercapai.
Dikutip dari buku Pemikiran Kependidikan oleh Prof. Dwi Nugroho Hidayanto bahwa diibaratkan sebuah pertunjukan sandiwara, siswa adalah pemainnya, lingkungan sekolah adalah panggungnya, guru adalah sutradaranya dan kurikulum adalah skenarionya. Bisa dibayangkan apabila ada sebuah pementasan tanpa mempunyai skenario yang jelas dan sistematis, siapa yang akan tertarik dengan pementasan tersebut.
Jadi kurikulum mempunyai posisi yang sangat vital dalam pembangunan pendidikan. Pendidikan akan menjadi bermakna dan terarah apabila dirangkum dalam suatu kurikulum yang tepat.
Pentingnya kurikulum dalam pendidikan bisa dilihat dari pengertian kurikulum itu sendiri. Soedijarto membaginya dalam lima tingkatan, bahwa kurikulum itu :
1.         serangkaian tujuan pendidikan yang menggambarkan kemampuan, nilai dan sikap yang harus dimiliki oleh peserta didik
2.         kerangka materi yang menggambarkan bidang pelajaran yang perlu dipelajari untuk menguasai kemampuan,nilai dan sikap bagi peserta didik
3.         garis besar materi dari bidang studi yang dipilih untuk dijadikan obyek belajar
4.         panduan dan buku pelajaran yang disusun untuk menunjang proses kegiatan belajar mengajar
5.         bentuk dan jenis kegiatan belajar mengajar yang dialami oleh pelajar, termasuk bentuk,jenis dan frekuensi evaluasi.
Karena Kurikulum dijadikan suatu acuan untuk melaksanakan pendidikan,  maka kurikulum tersebut juga menjadi penentu akan keberhasilan dalam pembangunan pendidikan. Pembangunan pendidikan pada dasarnya bertujuan mengembangkan kualitas manusia meliputi segala aspek manusia dalam harkatnya sebagai mahluk yang berakal budi, sebagai pribadi, sebagai warga masyarakat dan warga negara. Pengembangan ini meliputi 3 misi utama (Dimyati,1992), yaitu : pendidikan kepribadian, pendidikan socio-civics dan pendidikan intelektual. Pengembangan pendidikan di Indonesia tidak bisa lepas dari misi utama pendidikan yang tertuang dalam tujuan pendidkan nasional yang berdasarkan Pancasila.
Kurikulum harus memuat rancangan – rancangan atau program –program pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (yang senantiasa selalu berkembang ) dan kemajuan peradaban dunia dengan tetap berpedoman pada Pancasila. Apabila suatu kurikulum mampu membuat hal tersebut maka pembangunan pendidikan di Indonesia akan berkembang dan berhasil dalam menciptakan anak bangsa yang berpengetahuan dan berketerampilan yang dilandasi oleh Imtaq.

BAB. III
KESIMPULAN
v    Perubahan adalah pergeseran posisi, kedudukan atau keadaan yang mungkin membawa perbaikan, akan tetapi dapat juga memperburuk keadaan.
v    Menurut ahli sosiologi, perubahan terjadi dalam tiga fase, yakni fase inisiasi, fase legitimasi    dan fase kongruensi. Fase inisiasi yaitu taraf permulaan ide perubahan dilancarkan dengan menjelaskan sifat, tujuan dan luas bahan yang ingin dicapai. Fase legitimasi adalah saatnya orang menerima ide yang telah direncanakan dan fase kogruensi adalah pengedopsian, penyamakan pendapat sehingga selaras dengan pikiran para pencetus, sehingga tidak terdapat perbedaan nilai lagi antara penerima dan pencetus perubahan.
v    Perubahan kurikulum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ;
a.       Adanya perubahan kebijakan pejabat pemerintah yang berwenang
b.      Adanya pengaruh dari luar akibat globalisasi.
c.       Adanya penemuan atau penelitian baru
d.      Ketinggalan zaman (tidak relevan)
v    Kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 dan 2006 (KTSP).
v    KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
KTSP terdiri atas:
•           Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
•           Struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
•           Kalender pendidikan, dan
•           Silabus.
KTSP dikembangkan sesuai dengan :
•           satuan pendidikan,
•           potensi/karakteristik daerah,
•           sosial budaya masyarakat setempat, dan
•           peserta didik.
v    Perubahan kurikulum tidak akan dapat dilaksanakan tanpa perubahan pada guru sendiri. Karena gurulah yang berperan dalam kelas.
v    Guru cenderung bersifat konservatif, sebab tugasnya terutama untuk melestarikan kebudayaan dengan menyampaikannya kepada generasi muda.
v    Menurut para ahli dalam “social engineering” dalam usaha mengadakan perubahan dapat dilalui empat langkah, yakni 1, menganalisis situasi, 2. menentukan perubahan yang perlu diadakan, 3. mengadakan perubahan itu, dan 4. memantapkan perubahan itu.
v    Kelambanan perubahan kurikulum disebabkan oleh: pertama, pendidikan. termasuk kurikulum belum cukup mempunyai dasar ilmiah. Kedua, pendidikan, termasuk kurikulum, tidak mempunyai petugas tertentu, yang bersedia memberi bantuan kapan saja diperlukan. Ketiga, guru atau siapa saja yang mengadakan perbaikan, tidak mendapat insentif dan hanya menerima penghargaan financial berupa gaji seperti guru lain yang hanya mengikuti tradisi. Keempat, kebanyakan guru mempertahankan cara-cara lama yang telah teruji dan telah dikenalnya dengan baik dan dijalankan secara rutin. Kelima, kurikulum yang uniform menghambat ruang gerak guru untuk mengadakan perubahan dan menimbulkan kesan, seakan-akan tiap penyimpangan dari apa yang telah ditentukan dalam pedoman kurikulum atau dianggap sebagai pelanggaran.
v    Tingkatan perubahan kurikulum tersebut dapat berupa:
1.    subtitusi
2.    alterasi
3.    variasi
4.    restrukturisasi
5.    orientasi baru
v    Keberhasilan perubahan mereka memberi penilaian 1 sampai 4. Nilai 1 berarti ide pembaruan itu tidak dilaksanakan  di sekolah dan sukar dicari realisasinya. Nulai 2 artinya, bahwa perubahan itu tidak diterima secara meluas, namun mempunyai pengaruh terhadap pendidikan. Nilai 3 artinya perubahan dan nilai 4 menunjukkan bahwa perubahan itu telah berhasil memasuki semua sekolah dan telah membudidaya.
v    Pengembangan kurikulum harus memiliki landasan yang kuat yaitu berdasarkan kondisi masyarakat yang nyata yang terjadi dilapangan, nilai nilai mendasar yang diyakini, kondisi anak yang benar serta pengetahuan dan konsep – konsep ilmu yang mutakhir.
v    Perkembangan kurikulum harus dilakukan secara fleksibel. Fleksibel dalam kurikulum dapat dikaji dari 2 sudut pandang yang berbeda yaitu Felksibel sebagai suatu pemikiran pendidikan dan fleksibel sebagai kaedah dalam penerapan.
v    Kurikulum terdiri dari empat komonen utama yaitu :
1.    tujuan
2.    isi bidang studi
3.    strategi penyampaian
4.    evaluasi

























KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perkembangan Kurikulum dan Perkembangannya di Dunia Pendidikan”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “Kurikulum dan Strategi Pembelajaran Biologi” Pasca Sarjana Unimed.
Kenapa kurikulum harus berubah ? demikian pertanyaan yang kerapkali dilontarkan orang, ketika menanggapi terjadinya perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia. Jawabannya pun sangat beragam, bergantung pada persepsi dan tingkat pemahamannya masing-masing. Sepanjang sejarahnya, di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan hingga ada kesan di masyarakat bahwa “ganti menteri, ganti kurikulum”.
Namun, pada dasarnya perubahan dan pengembangan kurikulum memiliki arti, makna, tujuan, pengaruh, dan arti tersendiri yang sangat berpengaruh pada Dunia Pendidikan khususnya di Indonesia. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan kurikulum seyognya haruslah diadakan kerjasama antar kelompok-kelompok yang terkait dengannya, seperti: pakar pendidikan (guru), murid, kepala sekolah, penilik sekolah juga orang tua, masyarakat umumnya yang berkepentingan dalam pendidikan sekolah. “Currikulum change is social change”.
    Makalah ini bertujuan memaparkan secara sederhana bagaimana sebenarnya perubahan dan perkembangan kurikulum di dunia pendidikan. Dimana, perubahan itu dilakukan untuk mencari hal yang baru berlaku selama jangka waktu tertentu dan perlu di revisi secara berkala agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Dengan adanya makalah ini penulis berharap dapat menjadi nilai tambah bagi yang membacanya.

                                Medan, 25 Agustus 2010
                                Penulis


                                Novi Fitriandika Sari
i

DAFTAR PUSTAKA

Dalyono, M. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Rosda
Nasution, S. 1989. Kurikulum dan Pengajaran. Bandung: Bumi Aksara
Nasution, S. 2008. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara
Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat pendidikan. Bandung: Alfabeta
Sumiati. Asra. 2007. Metode Pembalajaran. Bandung: Wacana Prima
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. 2007. Ilmu dan Aplikasi pendidikan.
Bandung: Imtima

Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: Pakar Raya























DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR         i
DAFTAR ISI        ii
BAB I.    PENDAHULUAN        1
BAB II.    PEMBAHASAN        3
    2.1. Pengertian Perubahan           3   
    2.2. Bagaimana Terjadinya Perubahan         4
           2.2.1. Kurikulum 1968        5
           2.2.2. Kurikulum 1975        6
     2.2.3. Kurikulum 1984        6
     2.2.4. Kurikulum 1994        8
     2.2.5. Kurikulum Berbasis Kompetensi-Versi
     Tahun 2002-2004        10
     2.2.6. Kurikulum Berbasis Kompetensi –Versi KTSP        13
    2.3. Perubahan Guru dan Mengubah Lembaga atau Organisasi        16
    2.4. Kelambanan Perubahan dalam Pendidikan         17
    2.5. Tingkat Perubahan        18
    2.6. Studi Tentang Keberhasilan Perubahan Kurikulum        18
    2.7. Langkah-langkah Proses Perubahan Kurikulum        19
    2.8. Pengembangan Kurikulum        19
    2.9. Keluwesan Kurikulum        22
    2.10. Posisi Kurikulum dalam pembangunan Pendidikan        22
BAB III.    KESIMPULAN        25
ii
DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar